Strive, Aries!
TAK ADA prestasi yang datang secara tiba-tiba dan cuma-cuma. Agar bisa berdiri di podium tertinggi, seorang atlet harus membayarnya dengan tetesan peluh dan kerja keras menempa diri. Tidak ada jalan pintas!
Kerasnya perjuangan juga dirasakan si Juara Dunia Aries Susanti Rahayu. Peluh dan air mata yang ia keluarkan ketika mempertajam kemampuannya di dunia olahraga panjat tebing terbayar ketika ia menaklukkan Elena Timoveeva dari Rusia di IFSC World Cup Chongqing, China, Minggu (6/5/2018).
Aries kala itu mengamankan posisinya di podium tertinggi dan menjadi juara dunia setelah menorehkan catatan waktu 7,51 detik di nomor speed world record. Spiderwoman ini lebih cepat daripada Elena yang hanya mampu mencatatkan waktu 9,01 detik.
Berkibarnya bendera Merah Putih dan berkumandangnya lagu Indonesia Raya di negeri orang menjadi kebanggaan dan momen tak terlupakan baginya.
“Itu menjadi kejuaraan yang paling berkesan karena Indonesia Raya berkumandang di negara lain.”
Menjadi juara dunia merupakan salah satu impian atlet kelahiran Grobogan, 21 Maret 1995 ini yang terwujud. Ia pun ingin mengulang momen membanggakan tersebut.
“Impian saya, ingin pecah rekor dunia dan juara dunia. Allah kasih juara dunia dahulu.”
Namun, mempertahankan memang lebih sulit dibandingkan menggapai juara. Ketika berlaga di seri berikutnya di Tai’an, China, Arise harus puas di peringkat tiga.
“Saya ingin tidak hanya sekali saja juara satu di World Cup Series. Memang, mengejar lebih mudah daripada mempertahankan.”
Atlet asal Grobogan, Jawa Tengah itu pertama kali mengenal olahraga panjat tebing ketika naik ke kelas dua sekolah menengah pertama. Saat itu, ia dikenalkan oleh seorang guru olahraga.
Awal mulanya, Aries aktif sebagai atlet atletik. Ia menekuni atletik sejak sekolah dasar. Namun, bukan berarti Aries tidak familier dengan dunia panjat.
“Saat kecil saya suka manjat-manjat pohon,” ujar dia seraya tertawa.
Meskipun lebih dahulu menggeluti atletik, Aries tidak menolak untuk menjajal panjat tebing. Motivasinya adalah prestasi.
Ketika masih aktif di atletik, ia hanya bisa masuk tingkat kabupaten. Kalaupun sampai ke tingkat provinsi, ia hanya bisa masuk sampai lima besar.
Hal itu berbeda ketika atlet berusia 23 tahun itu menekuni panjat tebing. Jangankan tingkat kabupaten atau provinsi, ia bahkan bisa menembus kompetisi nasional dan internasional.
“Bisa bawa nama Indonesia sehingga bertahan sampai sekarang.”
Kompetisi resmi pertamanya adalah kejuaraan nasional junior di Jogjakarta 2008. Moment tersebut juga menjadi kali pertama ia meraih medali yakni perak.
Ia kemudian berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 di Riau. Aries belum berhasil membawa pulang medali kala itu. Ia tampil lagi di PON 2016 dan bersama timnya membawa pulang perak untuk speed beregu putri.
Pada akhir 2017, Aries pertama kali mengikuti kejuaraan internasional yakni Asian Championship di Iran. “Saya dapat perunggu untuk perorangan dan emas di speed world record.”
Untuk World Cup Series, ia pertama kali ikut di Wujian, China. Pertama kali tampil di kejuaraan dunia, Aries langsung bisa masuk sebagai finalis. “Saat itu dapat nomor empat.”
Sepekan kemudian, ia tampil di seri World Cup berikutnya di Xiamen, China dan menyabet perak. “Ketiga kalinya [ikut World Cup] di 2018, saya dan tim ikuti World Cup di Moskow [Rusia]. Di situ saya dapat nomor empat.”
“Lanjut di Chongqing [China] dapat nomor satu, dan Tai’an [China] dapat nomor tiga.”
Atas prestasinya itu, ia mengaku tidak bisa berkata-berkata. Hal yang selalu ia lakukan adalah bersyukur atas nikmat dan keberhasilan dari tim panjat tebing. Satu per satu impiannya terwujud.
Impian di depan mata saat ini baginya adalah tampil sebaik-baiknya di Asian Games. Ia ingin mengibarkan bendera Merah Putih dan memberikan yang terbaik untuk Indonesia dalam pesta olahraga se-Asia itu. ***