Jatuh Bangun Fitriyani
FITRIYANI tak pernah bisa lupa dengan kata-kata ini: Memanjatlah dengan pemanjatan terbaik dari kamu. Kamu akan merasa puas di situ. Apa pun yang terjadi.
Rangkaian kata yang dilontarkan Agung Etty Hendrawati, juara dunia panjat tebing tahun 2000 inilah yang selalu dipegang Fitriyani. Genap berusia 30 tahun pada 2018 ini, Fitriyani menjadi atlet putri paling senior dalam pemusatan latihan nasional (pelatnas) Sport Climbing yang akan berlaga di Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Fitriyani lahir 20 April 1988. Ia pertama kali mencoba panjat tebing di MAN Jogja ketika mengikuti kegiatan pencinta alam Sispala. “Diajak kakak angkatan terus memanjat di UGM,” ujar itu seraya ingatannya kembali ke momen 13 tahun lalu.
Ya, dia memulai latihan ketika usiannya sudah menginjak 17 tahun. Namun, tidak ada kata terlambat dalam kamusnya.
Pemanjat asal Sleman ini kemudian mengikuti kompetisi di Purwokerto. Sebuah kompetisi lokal yang mempertemukannya dengan sosok panutan yaitu Agung Etty atau yang akrab disapa Mbak Eta.
Oleh Etty, Fitri kemudian ditarik untuk berlatih dengannya. Selama dua minggu, ia digembleng di nomor speed. Bukan nomor yang ia geluti sebelumnya yakni lead dan boulder. Fitri pun diturunkan dalam kejuaraan nasional di Bali. Pada kejurnas itu, ia bermain di nomor speed.
“Sama Mbak Eta diarahkan ke speed klasik. Di (kejurnas) Bali dapat perak di speed klasik.”
Namun, prestasi itu tidak menjamin perjalanan Fitri sebagai atlet mulus. Ia harus melalui masa-masa jatuh bangun dan berjuang mendapatkan izin dari orang tua.
Perjuangannya semakin berat ketika ia mengalami sebuah insiden ketika mengikuti kejuaraan di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kala itu ia berlaga bersama sang idola.
“(Di Kulonprogo) saya jatuh di runner tiga, memang lead-nya tidak begitu bagus. Kepala dan pinggang kena lantai dan saya masuk rumah sakit.”
Akibat kejadian itu, dokter memvonisnya vertigo karena ketika ia jatuh mengenai jaringan kepala. Mengetahui hal itu, orang tua Fitri sontak melarangnya memanjat lagi. Namun, ia terus mendapatkan semangat dari Agung Etty.
Meskipun sempat dilarang oleh orang tua, cintanya pada dunia panjat tebing tidak lantas luntur. Ia terus menggelutinya meskipun agak vakum karena fokus menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah. “Tapi saya tetap latihan.”
Pada 2010, ia terjun di kejuaraan senior di Jakarta dan membawa pulang medali emas. Kala itu ia bermain di nomor speed track. Dalam beberapa kejuaran lainnya ia juga berhasil menggondol emas speed track perorangan.
“Saya memang jarang bermain di speed [world] record. Mulai menekuni benar-benar ketika di pelatnas ini. Waktu awal masuk [catatan waktu] di [angka] delapan, sembilan, 10. Sekarang sudah naik satu detik itu sudah perjuangan sekali untuk usia saya.”
Untuk nomor speed world record, atlet yang telah menyelesaikan studi magister hukum di UGM ini mengikuti kompetisi pada 2017 dan mendapatkan medali di nomor beregu dan campuran.
Selain kancah nasional, ia juga beraksi di kancah internasional. Pada 2011 ia ikut turun di SEA Games dan pada 2017 di Asian Championship. Ia juga pernah berlaga di Asian Youth.
“SEA Games menjadi kejuaraan internasional yang paling berkesan. Di pelatnas saya di urutan ketujuh, hampir terakhir, tetapi saya dipasang di perorangan. (Saya sudah) pasrah karena performa saya baru turun di hari-hari terakhir pelatnas.”
Siapa sangka, ia justru bisa meraih emas speed track SEA Games dan membuat namanya melambung.
Atas prestasinya itu, Pemerintah Kabupaten Sleman kemudian membuatkan Fitriyani Climbing Arena. Ia mengaku bersyukur atas perhatian yang diberikan pemerintah setempat. Adanya wall climbing itu membuat adik-adiknya bisa berlatih tanpa harus menumpang latihan di tempat lain.
“Itu merupakan reward terbesar dari Kabupaten Sleman. Dari panjat tebing, saya bisa menaikkan haji orang tua. Terima kasih untuk panjat tebing Indonesia.”
Meski memiliki segudang prestasi di speed track, ia tetap tak menyangka bisa masuk pelatnas Asian Games 2018. “Karena dari medali PON juga di speed track. Tapi, mungkin pelatih punya pertimbangan lain karena dimasukkan ke speed world record.”
Ia mengakui, perjuangannya di pelatnas pun harus lebih ekstra karena harus menekuni nomor yang tidak didalami sebelumnya. Perjuangan Fitriyani harus ekstra keras karena target yang ia capai memang belum sesuai dengan rekan-rekan atlet pelatnas lainnya.
Meski harus berlatih ekstra keras, ia mengaku sangat menikmati atmosfer dalam pelatnas. Menurutnya, team building yang dibangun Pelatih Speed World Record Hendra Basir sangat hebat. Para atlet pelatnas pun menjadi sebuah keluarga yang dekat, intim, dan hebat. Mereka saling mendukung satu sama lain, meskipun terkadang ada sedikit persinggungan.
“Beda dengan (pelatnas) 2011. Saya yang paling tua (di pelatnas) dan merasakan.” ***