Kerja Keras Santi Wellyanti
LEBIH dari separuh hidup Santi Wellyanti, didedikasikan untuk menekuni olahraga panjat tebing. Atlet yang akan turun membela Indonesia di Asian Games 2018 ini mulai berlatih panjat tebing pada 2003 atau 15 tahun yang lalu. Pertama kali, ia bergabung dengan sebuah komunitas panjat tebing di lingkungan tempat tinggalnya. Saat itu, ia masih duduk di bangku sekolah dasar.
Atlet asal Purwokerto yang lahir di Kebumen, 30 Juli ini memiliki tekad kuat untuk menekuni panjat tebing. Meskipun ia dilarang untuk berlatih oleh orang tua, tetapi hal itu tidak menyurutkan niatnya yang berkobar-kobar.
“Pertama kali kenal olahraga itu, orang tua sempat melarang,” ujar dia.
Bahkan, orang tuanya sempat mengancam akan mengeluarkan Santi dari sekolah. Namun, semangat ingin berlatih terus ia pegang teguh. Dalam benaknya, ia ingin menjadi seseorang yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia tidak ingin waktunya hanya digunakan untuk bermain.
“Saya ingin jadi orang yang berarti, sehingga saya tetap pegang teguh (keinginan berlatih) dan tetap berlatih.”
Atlet yang kini berusia 28 tahun itu, mulai mengikuti kompetisi sejak 2003. Ia terjun di berbagai event nasional di kategori junior. Namun, ia pertama kali mendapatkan medali ketika mengikuti kejuaraan pada 2005. Santi mampu masuk tiga besar untuk nomor speed.
Ketika kecil, Santi masih menekuni tiga nomor saat berlatih yakni speed, lead, dan boulder. Namun, ketika sudah memasuki kompetisi senior, ia fokus di satu nomor saja yakni speed. Ia melakukan itu bukan tanpa alasan.
Menurutnya, ketika masih junior, persaingan belum terlalu kompleks sehingga ia bisa fokus di ketiga nomor. Namun, begitu masuk ke kategori senior, persaingan makin pelik sehingga susah jika harus fokus di ketiga nomor.
“Di senior, saya baca peluang kalau di Indonesia itu (peluang) bagus (ada) di speed, sehingga saya fokus di speed.”
Setelah fokus dan membaca peluang di speed, ia mengaku prestasinya menjadi lebih baik dibandingkan yang ia raih ketika masih junior. Pada kejuaraan tingkat nasional ia meraih tiga emas di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012. Ketiga emas itu pun menjadi medali emas pertamanya di PON. Ia juga rutin mendapatkan emas di kejuaran-kejuaraan nasional yang ia ikuti tiap tahun.
Selain itu, ia mendapatkan perak di SEA Games 2011 dan emas di Asian Championship di Iran.
Menurutnya, semua medali itu didapatkan dengan perjuangan keras. “Tapi, yang paling berat adalah di Iran. Saya baru pertama kali ikut relay beregu. Berat karena harus bisa memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Sebelumnya, pernah ikut relay juga di Asian Championship, tetapi tekanannya tidak sebesar sekarang (di Iran).”
Upaya kerasnya dan segudang prestasinya, membuat Santi layak untuk dipanggil ke pemusatan latihan nasional (pelatnas). “Wow, it’s amazing,” ujar dia ketika menggambarkan perasaannya ketika mendapatkan kabar ia dipanggil ke pelatnas.
Ia merasa senang bergabung dengan tim sport climbing Asian Games 2018. Selain skill-nya semakin terasah, lingkungan pelatnas mengajarkannya untuk bersosialisasi dan bekerja sama dengan tim untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu medali Asian Games untuk Indonesia.
Semua yang ia alami di pelatnas ia catat dalam buku harian yang selalu ia bawa ke tempat latihan. Waktu pemanjatan, berapa kali false start, hingga catatan khusus saat menstruasi.
“Bagaimanapun caranya, bagaimanapun sulitnya, bagaimanapun lelahnya, saya akan melakukan dengan ikhlas, semangat, dan senang, dan berjalan dengan tim untuk Indonesia.” ***