Segudang Prestasi Kiromal Katibin
KIROMAL KATIBIN, remaja berusia 18 tahun ini menjadi salah satu punggawa tim nasional panjat tebing Indonesia yang akan berlaga di Asian Games 2018.
Anak muda kelahiran Batang, 21 Agustus ini megawali mimpinya di dunia sport climbing dari Alun-Alun Batang, Jawa Tengah. Perkenalan pertamanya dengan olahraga ini terjadi sekitar 11 tahun lalu. “Pertama kali mengenal panjat tebing pada 2007. Pertama kali melihat panjat tebing di Alun-Alun Batang saat ada Praporprov (pra pekan olahraga provinsi).”
Bisa dikatakan, ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada cabang olahraga di bawah naungan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) ini. Wall sport climbing yang dibangun di kampungnya, mampu menggugah minatnya untuk mencoba.
Di balik minatnya itu, ada seseorang yang juga berjasa. Orang inilah yang mengenalkannya pada dunia panjat tebing. Kala itu, ada seorang pelatih panjat tebing dari Surabaya yang pergi ke Batang lantaran mengikuti si suami. Ia melatih para atlet di Kabupaten Batang.
“Akhirnya mulai latihan 2009. Saya dan teman-teman (serta kakak) ikut latihan. Yang lolos dua orang, saya dan kakak,” tutur dia.
Ketika awal-awal berlatih, ia tidak memiliki target apapun. Senang. Banyak teman. Itulah motivasinya menekuni olahraga ini. Ia juga belum memikirkan ihwal prestasi.
“Dahulu ketika mau jadi pemanjat bayangannya merasa seneng banyak temen.”
Baru setelah ia mengikuti perlombaan, percik-percik jiwa kompetisi mulai muncul di benaknya.
Sejak aktif berlatih, berbagai kompetisi ia ikuti. Kejuaraan pertamanya pada 2009 yakni Kejurda kelompok umur di Karanganyar. Ia berhasil lolos dan melaju ke kejuaraan nasiolan di Jogjakarta pada tahun yang sama. Sejak itu, ia rutin mengikuti kejurnas. “Tiap tahun ikut kejurnas, 2010, 2011, 2012. 2013 dan 2014 tidak ikut. Kembali lagi 2015.”
Medali pertamanya, ia rengkuh ketika berlaga di Kejurnas Jakarta untuk nomor lead pada 2011. Kemudian, ia meraih emas nomor speed di Bangka Belitung pada 2016. Ia kembali menyabet emas pada 2017 di Padang untuk nomor speed. Pada Popnas, ia menyabet emas di nomor speed world record, perak di speed klasik, dan perak di boulder.
Perjuangannya di dunia olahraga mendapat dukungan dari orang tua. “Orang tua sudah melepas. Mau ke mana saja terserah. Yang penting bahagia,” ujarnya sembari tersenyum lebar.
Kebebasan yang diberikan orang tua tidak kemudian menjadikan Kiki, demikian ia biasa disapa menjadi liar. Sebaliknya, Kiki justru menjadi mandiri sebagaimana mestinya seorang anak laki-laki.
Untuk urusan sekolah pun tidak jadi soal karena pihak sekolah juga mendukung Kiki untuk berprestasi di bidang olahraga.
Upaya kerasnya membuahkan hasil. Ia pun dipanggil untuk masuk pemusatan latihan nasional Asian Games.Ia senang bukan kepalang ketika menerima surat keputusan (SK) tersebut.
Asian Games ini bukanlah kejuaraan berskala internasional pertama yang pernah ia ikuti. Kompetisi internasional pertamanya yakni Asian Youth di Singapura. Sayangnya, ia belum bisa menorehkan prestasi untuk Indonesia. “Itu karena kesalahan saya sendiri karena mental tidak kuat.”
Pada Asian Games ini, ia akan terjun di nomor combined. Ia pun berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Meskipun ia sering bermain di nomor speed, nomor combined membuatnya semakin bersemangat. “Saya bersemangat sekali. Saya dulu di lead dan boulder kemudian dilarikan ke speed. Jadi saya ingin mengembalikan kekuatan di lead dan boulder.” ***