Mimpi Widia Fujiyanti
WIDIA FUJIYANTI yang karib disapa Wiwi berkenalan dengan dunia panjat tebing pada 2010. Saat itu, ia diajak sang paman untuk menjajal wall panjat yang ada di lapangan Bogor daripada hanya bermain-main. “Diajak untuk coba panjat tebing. Pas nyoba ternyata bisa langsung sampai atas. Berbeda dengan anak-anak lain.”
Melihat bakat keponakan itu, sang paman kemudian mengenalkannya pada pengurus panjat tebing dan membuatnya bergabung dengan klub panjat tebing anak-anak. Di klub itulah kemampuannya semakin berkembang.
Atlet kelahiran Bogor, 5 Januari 1999 itu pun langsung mengikuti kejuaraan daerah di Garut dan menyabet emas dan perak. Karena prestasinya itu, ia diberangkatkan ke kejuaraan junior di Jakarta pada 2010. “Tapi, belum dapat apa-apa.”
Namun, hal itu tak membuatnya patah arang. Justru semangatnya semakin terpacu. Atlet berusia 19 tahun itu rutin mengikuti kejuaraan junior dari 2011 hingga 2014. Medali pertamanya dalam kejuaraan nasional ia dapat ketika berlaga di Bali pada 2012. Kala itu, ia mendapatkan medali perak untuk nomor lead.
“2013 dapat perak juga untuk boulder di Lombok. 2014 dapat emas di lead dan perunggu di boulder.”
Sementara, event internasional pertama yang diikuti yanki world cup di Italia pada 2015. Saat itu ia bisa masuk final. Masih pada 2015, ia kembali mengikuti event internasional di Singapura yakni kejuaraan boulder open. Wiwi mampu menunjukkan taringnya dengan menduduki peringkat satu.
“Kemarin (Mei 2018) di Filipina juga turun di boulder dan dapat peringkat satu.”
Pada laga Asian Games ke-18 ini, ia akan maju di nomor combined. Itu menjadi tantangan baginya karena harus serius melengkapi kemampuannya di nomor speed.
“Dahulu pernah (di speed), tapi main-main aja dan untuk melengkapi tim. Kalau main paling speed klasik.”
Ia mengaku belum pernah mencoba speed world record sebelumnya. Baru pada 2018 ia mencoba karena baru dibuat wall-nya di Kota Bogor. Saat itu ia ikut tim speed relay pada Porda.
“Ini di timnas masuk combined. Mau enggak mau harus bisa. Ternyata, speed juga menyenangkan seperti lead dan boulder,” ujarnya seraya tertawa lepas.
Kegiatannya sebagai seorang atlet pun mendapatkan dukungan dari orang tua. Bahkan, orang tua sudah sangat percaya akan tekad dan kemampuan sang anak. “Saya mandiri. Orang tua enggak pernah ikut pas saya lomba. Lomba ya sama tim saya. Udah benar-benar percaya sama saya.”
Ia mengaku sama sekali tidak menyangka orang tuanya bisa sangat bangga padanya. “Pas saya kabari masuk pelatnas, orang tua sampai menangis karena masuk ke timnas. Ga nyangka. Orang tua tahu itu cita-cita saya untuk masuk timnas.”
Senapas dengan atlet lainnya, Wiwi pun ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia pada Asian Games. Ia ingin bisa bersaing dengan atlet-atlet dari luar negeri seperti Jepang dan Korea.
“Saya ingin berikan yang terbaik. Ada Jepang dan Korea juga. Ingin tampil terbaik dan bersaing dengan mereka.” ***